TEORI HERMENEUTIKA (FRIEDRICH SCHLIERMARCHER, WILHELM DILTHEY, DAN HANS GEORG GADAMER)
TEORI HERMENEUTIKA (FRIEDRICH SCHLIERMARCHER, WILHELM DILTHEY, DAN HANS GEORG GADAMER)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang dibina oleh Khoirul Faizin, M. Agl
Oleh:
Nur Fiqhia Miftahul Jannah
M. Ubaidilah Hasan
Qismatur Rohmah
TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Biografi Friedrich Schleirmacher
Friedrich Schleiemacher lahir di Breslau Selatan Polandia (1768-1834). Dia adalah peletak dasar hermeneutika modern sekitar dua abad lalu. Ayahnya seorang pendeta reformasi yang dipengaruhi oleh gerakan pietisme. Bagi sang ayah, doktrin-doktrin gereja masih penting, tapi bagi Schleiemacher (karena pengaruh rasionalisme dan romantisisme) justru menolak misalnya fakta penebusan kristus melalui pengorbanan dirinya. Ia bertemu dengan Kant dan dipengaruhi oleh Kant dan panteisme spinoza. Baginya, semua manusia secara kodratian baik dan mempunyai potensi secara batiniah untuk mengalami kehadiran Tuhan.
Schleiermacher sangat terkenal dizamannya. Schleiermacher terpilih jadi dekan pertama Univertsitas Berlin dan dosen etika serta hermeneutika perjanjian baru, Dogmatika dan filsafat. Schleiermacher dijuluki sebagai Bapak Teologi Modern sekaligus sebagai Bapak Hermeneutika Modern. Schleiermacher mencoba menggunakan hermeneutika untuk memberikan pengertian terhadap berbagai masalah teologi yang sebelumnya dihindari oleh gereja yakni pertanyaan sekitar validitas catatan-catatan sejarah dan al-kitab, penjelasan tentang realitas dan fenomena alam tentang otoritas agama mengatur kehidupan, tentang keabsahan klaim-klaim agama atas kemurnian wahyu yang mereka terima di tengah pluralitas agama di dunia.
Pertanyaan yang paling mendasar bagi Schleiermacher adalah, “Apakah umat kristen masih dapat mempertahankan iman nya atas Allah, ditengah-tengah zaman dimana manusia lebih mempercayai hasil observasi eksperimen ilmiah ketimbang iman dan kepercayaan pada hal-hal metafisika yang spekulatif”?. Pertanyaan dari bapak hermeneutika modern ini dapat dipahami karena Schleiermacher memang dibesarkan dalam suasana alam. Pencerahan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir yang mengkritik tajam tentang hal-hal supranatural dan serangan terhadap iman dan keabsahan al-kitab dan otoritas gereja yang semakin lama semakin terang-terangan menolaknya.
Sementara itu, penelitian Schleiermacher mulai dengan penemuannya bahwa teks injil tidak sama dengan tulisan-tulisan teologi sistematika. Bagi Schleiermacher teks tersebut adalah hasil pemikiran kreatif manusia yang berespons terhadap situasi tertentu dalam kehidupannya. Atas dasar ini para teolog pada abad ke-19 menegaskan bahwa untuk memahami sebuah teks kita harus melihat konteks kehidupan sang penulis. Kita harus menelusuri teks itu sampai pada pemikiran penulis teks tersebut.
Schleiermacher juga sangat percaya dan optimis dengan kemampuan penafsir untuk menuliskan kembali pikiran si penulis teks secara tepat. Keyakinan untuk menemukan makna objektif ini didasarkan atas pengaruh romantisisme dan asumsi bahwa penulis dan penafsir teks sama-sama produk dari kehidupan yang sama. Dengan demikian penafsir tidak hanya memahami dunia penulis, akan tetapi juga dapat menyesuaikan dirinya seperti si penulis teks. Adapun jasa besar Schleiermacher adalah meletakkan dasar-dasar hermeneutika modern.
Biografi Wilhelm Dilthey
Wilhelm Dilthey lahir pada tanggal 19 November 1833 di Biebrich am Rhein Jerman,dua tahun selah Hegel meninggal dunia. ayahnya adalah seorang pendeta Protestan di Biebrich dan ibunya adalah seorang putri dirigen dan karenanya menjadi penggemar musik juga. Dilthey mewarisi sifat musikal ibunya itu dan sangat piawai dalam komposisi dan permainan piano. Setelah menyelesaikan pendidikan lokal, Dilthey meneruskan pendidikan lanjutan di Weisbaden dan pada tahun 1852 pergi ke Heidelberg untuk belajar teologi di sana. satu tahun kemudian ia pindah ke Berlin karena ia sangat tertarik pada kekayaan budaya kehidupan di kota tersebut, dan terutama pada musik. Selama Dilthey menjadi mahasiswa ia sangat tertarik pada karya Schleiermacher dan ia mengagumi seluruh kehidupan intelektualnya. Dilthey kagum pada Schleiermacher terutama karena kemampuan intelektualnya dalam menggabungkan teologi dan kesusastraan dengan karya karya kefilsafatan. serta kagum pada karya terjemahan serta interpretasinya atas dialog Plato. Bahkan tidak lama kemudian Dilthey mendapat dua piagam penghargaan atas pengetahuannya tentang Schleiermacher sehingga ia mampu membuat sebuah esai tentang hermeneutika. inilah awal mula karir Wilhelm Dilthey sebagai seorang filsuf. Pada tahun 1864 Dilthey memperoleh gelar Doktor dan tetap mengajar di Berlin. Namun tidak lama kemudian ia pindah ke Basel dan memperoleh kedudukan yang cukup baik di sana. Pada tahun 1868 ia meninggalkan Basel dan menjadi Profesor pada sebuah Universitas Kiel..Pada tahun 1871 Dilthey pindah ke Breslau untuk menjadi guru besar di sana. Namun pada tahun 1882 ia pada akhirnya kembali ke Berlin dan disini karir kefilsafatannya menanjak. Pada tahun 1896 ia terserang penyakit yang disebutnya sendiri dengan istilah “nervous origin” serta tekanan gejala “insomnia”. Suatu hari Dilthey berlibur dan menginap di sebuah hotel di Seis di mana ia terserang infeksi dan meninggal dunia pada tanggal 30 September 1911.
Dilthey memperkokoh fundasi hermeneutika melalui konteks sejarah, untuk menempatkan manusia dalam konteks sejarah. Dilthey menolak konsep diri (kesadaran) yang transenden yang dikemukakan oleh tokoh idealisme Jerman. Kant tokoh idealisme Jerman, misalnya, mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman dan kesadaran menata dunia pengalaman itu berdasarkan prinsip a priori misalnya ruang waktu. Prinsip a priori ini sudah tertanam dengan sendirinya dalam pikiran manusia.
Dilthey menolak prinsip a priori itu, dan menurutnya tidak ada struktur a priori dalam pikiran manusia. Struktur sendiri menurut Dilthey muncul melalui pengalaman. Dilthey juga menolak konsep diri yang transenden. Dilthey melihat manusia sebagai kesatuan tubuh jiwa yang berinteraksi dengan dunia kehidupannya(lingkungan alam, lingkungan sosial-budayanya). Jadi, jika diperhatikan, dilthey sudah mengemukakan pandangan seperti konsep “Dasein” atau kebersatuan manusia dengan dunia lingkungannya.
Menurut Dilthey, dalam kehidupan terlihat jelas berbagai cara pandang dan perspektif yang berbeda dan tidak dapat disatukan. Dengan kata lain, kita harus menyadari bahwa pengalaman kita tentang fenomena dunia sangat terbatas dan beraneka ragam. Mempertimbangkan berbagai perspektif, dengan demikian sangat berarti untuk menemukan pemahaman yang lebih utuh dan seimbang dalam banyak hal tentang realitas di dunia ini.
Menurut Dilthey, untuk memahami teks(jaringan kata-kata,jaringan makna) tertulis atau lisan, seorang penafsir sebaiknya menggunakan lingkaran hermeneutika. Lingkaran hermeneutika diperlukan karena isi keseluruhan dan isi bagian-bagian pada teks itu saling berkaitan. Kita tidak dapat memahami makna keseluruhan tanpa memahami bagian-bagiannya dan begitu pula, makna bagian-bagian cuma dapat dipahami dengan tepat bila kita memahami makna keseluruhan teks secara utuh.
Dilthey berkeinginan untuk menjadikan hermeneutika sebagai metode yang dapat menemukan kebenaran yang didasarkan atas asumsi adanya monosemi teks dan intensi pengarang. Adapun hermeneutika dalam pandangan Dilthey terfokus pada penulis/pengarang dengan berupaya untuk menemukan makna yang dimaksudkan sipenulis dalam karyanya, misalnya bermaksud menemukan penafsiran objektif dalam puisi dengan menjelaskan makna karya berdasarkan psikologi dan biografi pengarangnya.
Biografi singkat Hans-Georg Gadamer
Hans-Georg Gadamer lahir di Marbug pada tahun 1900. Ia belajar filsafat pada universitas dikota asalnya, antara lain pada Nikolai Hartmann dan Martin Heidegger dan pernah juga mengikuti kuliah pada Rudlof Bultmann, teolog protestan. Ditahun 1922, ia meraih gelar doktor filsafat pada tahun 1929 menjadi dosen privat di Marburg dann menjadi profesor tahun 1937. Sejak tahun 1939 ia pindah ke Leipzig dan kemudian ke Frankfurt am Main di tahun 1947. Terhitung dari tahun 1949 ia mengajar di Heidelberg sampai pensiun.
Secara umum pemikirannya dilatarbelakangi oleh fenomenologi. Banyak bukunya yang memberikan intepretasi tentang filosof-filosof dari masa lampau, seperti Plato, Herdee, Goethe dan Hegel. Karyanya yang terpenting adalah Wahrheitund Methode, Grundzuge einer philosophischen Heremeneutik (1960) (Kebenaran dan Metode Sebuah Heremeneutika Filosofis Menurut Garis Besarnya). Dengan buku tebal ini gadamer menjadi filosof terkemuka dibidang heremeneutika. Pada tahun 1965, diterbitkan cetakan kedua dengan suatu kata pendahuluan yang baru dimana Gadamer menjelaskan maksudnya dan menjawab keberatan-keberatan yang telah dikemukakan sebagian kritisi, ditambah lagi sebuah lampiran. Pada cetakan ketiga di tahun 1972 masih ditambah suatu kata penutup lagi.
Sesudah karya besar ini, gadamer menerbitkan buku plato Dialektische Ethik und Andere Studien zur Platonischen Philosophie (1968) (Etika dialektis dan studi-studi lain tentang filsafat plato). Kemudian lahir juga Hegels Dialektik. Funt hermeneutische studien (1971) (Dialektika Hegel. Lima studi heremeneutika). Berbagai artikel yang ditulis di majalah atau kesempatan lain dikumpulkan dalam empat buku yang berjudul kleine Schriften I, II, III, IV (1967, 1967, 1972, 1977). Dalam sebuah otobiografi, ia melukiskan filosof-filosof dan filsafat-filsafat yang telah mempengaruhi dimasa mudanya: Philosophische Lehrjahre. Eine Ruckshau (1977) (Tahun-tahun saya belajar filsafat: Sebuah retropeksi)
BAB II
ISI
Pemikiran Friedrich Schleirmacher
F. Schleirmacher sebagai perintis hermeneutika teoritis, menawarkan dua pendekatan: interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis. Untuk mengakses makna teks, seorang penafsir (hermeneut) membutuhkan dua kompetensi yakni kompetensi linguistik dan kemampuan dalam mengakses alam kemanusiaan (dimensi psikologis pengarang). Kompetensi linguistik sendirian tidaklah cukup, karena manusia tidak dapat mengenali wilayah bahasa non-definitif. Begitu pula kompetensi dalam mengakses alam kemanusiaan tidak memadai, sebab kompetensi ini tidak pernah sempurna.
Dengan demikian, dalam teks apapun, pasti ada dua sisi; satu sisi objektif yang menunjuk pada bahasa, yaitu yang ikut terlibat dan membuat proses pemahaman menjadi mungkin. Satu aspek lain yaitu aspek subjektif yang menunjuk pada ide pengarang dan mengejawantah dalam penggunaannya secara khusus terhadap bahasa. Dua aspek ini, menunjuk pada pengalaman pengarang yang segera direkonstruksi oleh pembaca sebagai bukti pemahamannya tentang pengarang dan pengalamannya.
Kedua aspek ini menurut Schleiermarcher dianggap tepat sebagai titik pangkal memahami teks. Karenanya seseorang harus berpegang pada dua aspek tersebut, yang hubungan keduanya disebut dialektis atau bersifat dialogis. Schleiermarcher jelas-jelas memahami dialektika dalam pengertian Platonik yakni sebagai seni berdialog. Semakin lengkap pemahaman seseorang atas sesuatu bahasa dan aspek psikologi pengarang akan semakin lengkap pula interpretasinya. Kompetensi keduanya akan membentuk keberhasilannya dalam bidang seni interpretasi.
Hermeneutika teoritis Schleiermarcher mencoba mencapai identifikasi secara utuh, sehingga menafsirkan teks merupakan tugas reproduktif: menghadirkan kembali seluruh perasaan, pikiran, dan kehendak pengarang seasli mungkin lewat empati dan rekonstruksi. Pembacaan reproduktif tersebut dalam hermeneutika disebut juga dengan rekonstruksi kreatif. Akhirnya melalui interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis ini, signifikansi tujuan yang ingin digapai hermeneutika teoritis.
Interpretasi gramatis diawali dengan menempatkan pernyataan berdasarkan aturan objektif dan umum, sedangkan interpretasi psikologis memfokuskan pada apa itu subjektif dan individual. Menurut Schleiermarcher, “karena setiap pembicaraan memiliki hubungan ganda, baik kepada keutuhan bahasa atau kepada pemikiran kolektif pembicaraan, demikian juga dalam semua pemahaman pembicaraan terdapat dua momen: memahaminya sebagai sesuatu yang tergambar dari bahasa dan sebagai sebuah fakta dari pembicara.
Interpretasi gramatis melihat karya dalam kaitannya dengan bahasa, baik dalam struktur kalimat maupun interaksi bagian-bagian karya, dan juga untuk karya lain dari tipe literatur yang sama; karena itulah kita dapat melihat prinsip-prinsip bagian dan keseluruhan karya bekerja dalam interpretasi gramatis.
Pendekatan gramatis dapat menggunakan metode komparatif dan berproses dari yang general kepada kekhususan teks; pendekatan psikologis menggunakan keduanya, komparatif, dan firasat. Metode firasat adalah bahwa ketika seorang mentransformasikan dirinya ke dalam diri orang lain untuk menangkap individualitasnya secara langsung. Karena momen intrepretasi ini, seseorang dapat keluar dari dirinya sendiri dan mentransformasikan dirinya ke dalam diri pengarang supaya ia dapat menangkap secara langsung proses mental pengarang. Meskipun demikian, hal yang objektif itu bukan pada akhirnya untuk “memahami” pengarang dari sudut pandang psikologis; selebihnya ia adalah untuk memperoleh akses yang sempurna dari apa yang dimaksud dalam teks.
Pemikiran Wilhelm Dilthey
Pemikiran Gadamer tentang Heremeneutika
Gadamer meyakini bahwa heremeneutika merupakan penyelidikan proses universal dari tindak pemahaman yang juga diklaim sebagai hakikat kapasitas manusia sebagai sebuah Ada. “Pemahaman” (atau “mengerti”) harus dipandang sebagai sikap yang paling fundamental dalam eksistensi manusia, atau lebih tepat lagi kalau dikatakan bahwa “mengerti” itu tidak lain daripada cara berada manusia sendiri. Dengan demikian, eksistensi manusia selalu dibangun oleh kualitas proses pemahaman itu sendiri. Sehingga sangatlah wajar bila gadamer tidak hanya memusatkan perhatiannya pada satu tugas (teori hermeneutis), melainkan juga melewati banyak tugas lain yang mungkin dan karenanya pemikiran ini melihat semua tema yang ada dalam filsafat dari satu segi tertentu, yaitu heremeneutika.
Filsafat gadamer melengkapi teori pemahaman ekstensial-ontologis dan pada waktu yang sama menyediakan pondasi bagi supercessionnya dengan menekankan linguistikalitas untuk memahaminya. Berikut beberapa kontribusi gadamer terhadap teori heremeneutika yang mengikuti perkembangan teori tersebut:
Historikalitas memahami`
Aspek ini berhubungan dengan gadamer ditinjau dari sudut lingkaran heremeneutik yang bertujuan membangkitkan kesadaran filosofis dari Geisteswissenchaften. Gadamer membangun diatas kedua eksposisi mengenai fore-structure pemahaman Heidegger dan penekanan bultmann terhadap pra-pemahaman, yang pertama direalisasikan dan yang kedua diperlebar menjadi konsep “prasangka” yang merupakan sebuah “cakrawala pemahaman”. Semua pemahamn bersifat “prasangka”, kata gadamer, dan menginvestasikan sejumlah besar pemikiran kedalam rehabilitas sebuah konsep yang memperoleh konotasi negatifnya dan pencerahan.
Pemahaman sebagai sebuah proses dialogis
Pengalaman heremeneutik tidak monologis seperti ilmu, atau dialektis seperti sejarah universal Hegel. Karena gadamer menjelaskannya dalam model diskursus manusia mana lebih disebut sebagai “dialogis” daripada “dialektis”.
Tugas utama interpretator adalah menemukan pertanyaan yang padanya sebuah tes menghadirkan jawaban: memahami sebuah teks berarti memahami pertanyaan. Pada waktu yang sama , sebuah teks hanya menjadi sebuah objek inteoretasi dengan menghadirkan intrepetator yang bertanya. Dalam logika tanya jawabseperti ini sebuah teks ditarik ke dalam sebuah peristiwa melalui aktualisasi dalam pemahaman yang ia sendiri mengimpretasikan sebuah kemungkinan histosik. Cakrawala makna pada akhirnya tak terbatas, dan keterbukaan pada teks dan intrepetator itu mengkonstitusikan sebuah elemen strktural dalam peleburan cakrawala.
Liguistikalitas pemahaman
Bagaimanapun juga, peleburan cakrawala tidak dapat digambarkan tanpa menggunakan media bahasa. Telah ditunjjukkan bahwa pemahaman harus dilihat sebagai sebuah itepretasi, dan intepretasi seperti ini merupakan bentuk eksplisit pemahamn. Pandangan seperti ini berkaitan dengan kenyataan bahwa bahasa yang digunakan dalam intepretasi menghadirkan sebuah momen struktural intepretasi-dimana bultman telah gagal total menangkapnya.
DAFTAR PUSTAKA
Atho’, Nafisul. 2003. Hermeneutika Transendental dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies. Yogyakarta: IRCISoD.
Bleicher, Josef. 2003. Heremeneutika Kontemporer. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
E. Palmer, Richard. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Grodin, Jean. 2012. Sejarah Hermeneutika dari Plato sampai Gadamer. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Yusuf Lubis, Akhyar. 2014. Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zaprulkhan. 2016. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang dibina oleh Khoirul Faizin, M. Agl
Oleh:
Nur Fiqhia Miftahul Jannah
M. Ubaidilah Hasan
Qismatur Rohmah
TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Biografi Friedrich Schleirmacher
Friedrich Schleiemacher lahir di Breslau Selatan Polandia (1768-1834). Dia adalah peletak dasar hermeneutika modern sekitar dua abad lalu. Ayahnya seorang pendeta reformasi yang dipengaruhi oleh gerakan pietisme. Bagi sang ayah, doktrin-doktrin gereja masih penting, tapi bagi Schleiemacher (karena pengaruh rasionalisme dan romantisisme) justru menolak misalnya fakta penebusan kristus melalui pengorbanan dirinya. Ia bertemu dengan Kant dan dipengaruhi oleh Kant dan panteisme spinoza. Baginya, semua manusia secara kodratian baik dan mempunyai potensi secara batiniah untuk mengalami kehadiran Tuhan.
Schleiermacher sangat terkenal dizamannya. Schleiermacher terpilih jadi dekan pertama Univertsitas Berlin dan dosen etika serta hermeneutika perjanjian baru, Dogmatika dan filsafat. Schleiermacher dijuluki sebagai Bapak Teologi Modern sekaligus sebagai Bapak Hermeneutika Modern. Schleiermacher mencoba menggunakan hermeneutika untuk memberikan pengertian terhadap berbagai masalah teologi yang sebelumnya dihindari oleh gereja yakni pertanyaan sekitar validitas catatan-catatan sejarah dan al-kitab, penjelasan tentang realitas dan fenomena alam tentang otoritas agama mengatur kehidupan, tentang keabsahan klaim-klaim agama atas kemurnian wahyu yang mereka terima di tengah pluralitas agama di dunia.
Pertanyaan yang paling mendasar bagi Schleiermacher adalah, “Apakah umat kristen masih dapat mempertahankan iman nya atas Allah, ditengah-tengah zaman dimana manusia lebih mempercayai hasil observasi eksperimen ilmiah ketimbang iman dan kepercayaan pada hal-hal metafisika yang spekulatif”?. Pertanyaan dari bapak hermeneutika modern ini dapat dipahami karena Schleiermacher memang dibesarkan dalam suasana alam. Pencerahan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir yang mengkritik tajam tentang hal-hal supranatural dan serangan terhadap iman dan keabsahan al-kitab dan otoritas gereja yang semakin lama semakin terang-terangan menolaknya.
Sementara itu, penelitian Schleiermacher mulai dengan penemuannya bahwa teks injil tidak sama dengan tulisan-tulisan teologi sistematika. Bagi Schleiermacher teks tersebut adalah hasil pemikiran kreatif manusia yang berespons terhadap situasi tertentu dalam kehidupannya. Atas dasar ini para teolog pada abad ke-19 menegaskan bahwa untuk memahami sebuah teks kita harus melihat konteks kehidupan sang penulis. Kita harus menelusuri teks itu sampai pada pemikiran penulis teks tersebut.
Schleiermacher juga sangat percaya dan optimis dengan kemampuan penafsir untuk menuliskan kembali pikiran si penulis teks secara tepat. Keyakinan untuk menemukan makna objektif ini didasarkan atas pengaruh romantisisme dan asumsi bahwa penulis dan penafsir teks sama-sama produk dari kehidupan yang sama. Dengan demikian penafsir tidak hanya memahami dunia penulis, akan tetapi juga dapat menyesuaikan dirinya seperti si penulis teks. Adapun jasa besar Schleiermacher adalah meletakkan dasar-dasar hermeneutika modern.
Biografi Wilhelm Dilthey
Wilhelm Dilthey lahir pada tanggal 19 November 1833 di Biebrich am Rhein Jerman,dua tahun selah Hegel meninggal dunia. ayahnya adalah seorang pendeta Protestan di Biebrich dan ibunya adalah seorang putri dirigen dan karenanya menjadi penggemar musik juga. Dilthey mewarisi sifat musikal ibunya itu dan sangat piawai dalam komposisi dan permainan piano. Setelah menyelesaikan pendidikan lokal, Dilthey meneruskan pendidikan lanjutan di Weisbaden dan pada tahun 1852 pergi ke Heidelberg untuk belajar teologi di sana. satu tahun kemudian ia pindah ke Berlin karena ia sangat tertarik pada kekayaan budaya kehidupan di kota tersebut, dan terutama pada musik. Selama Dilthey menjadi mahasiswa ia sangat tertarik pada karya Schleiermacher dan ia mengagumi seluruh kehidupan intelektualnya. Dilthey kagum pada Schleiermacher terutama karena kemampuan intelektualnya dalam menggabungkan teologi dan kesusastraan dengan karya karya kefilsafatan. serta kagum pada karya terjemahan serta interpretasinya atas dialog Plato. Bahkan tidak lama kemudian Dilthey mendapat dua piagam penghargaan atas pengetahuannya tentang Schleiermacher sehingga ia mampu membuat sebuah esai tentang hermeneutika. inilah awal mula karir Wilhelm Dilthey sebagai seorang filsuf. Pada tahun 1864 Dilthey memperoleh gelar Doktor dan tetap mengajar di Berlin. Namun tidak lama kemudian ia pindah ke Basel dan memperoleh kedudukan yang cukup baik di sana. Pada tahun 1868 ia meninggalkan Basel dan menjadi Profesor pada sebuah Universitas Kiel..Pada tahun 1871 Dilthey pindah ke Breslau untuk menjadi guru besar di sana. Namun pada tahun 1882 ia pada akhirnya kembali ke Berlin dan disini karir kefilsafatannya menanjak. Pada tahun 1896 ia terserang penyakit yang disebutnya sendiri dengan istilah “nervous origin” serta tekanan gejala “insomnia”. Suatu hari Dilthey berlibur dan menginap di sebuah hotel di Seis di mana ia terserang infeksi dan meninggal dunia pada tanggal 30 September 1911.
Dilthey memperkokoh fundasi hermeneutika melalui konteks sejarah, untuk menempatkan manusia dalam konteks sejarah. Dilthey menolak konsep diri (kesadaran) yang transenden yang dikemukakan oleh tokoh idealisme Jerman. Kant tokoh idealisme Jerman, misalnya, mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari pengalaman dan kesadaran menata dunia pengalaman itu berdasarkan prinsip a priori misalnya ruang waktu. Prinsip a priori ini sudah tertanam dengan sendirinya dalam pikiran manusia.
Dilthey menolak prinsip a priori itu, dan menurutnya tidak ada struktur a priori dalam pikiran manusia. Struktur sendiri menurut Dilthey muncul melalui pengalaman. Dilthey juga menolak konsep diri yang transenden. Dilthey melihat manusia sebagai kesatuan tubuh jiwa yang berinteraksi dengan dunia kehidupannya(lingkungan alam, lingkungan sosial-budayanya). Jadi, jika diperhatikan, dilthey sudah mengemukakan pandangan seperti konsep “Dasein” atau kebersatuan manusia dengan dunia lingkungannya.
Menurut Dilthey, dalam kehidupan terlihat jelas berbagai cara pandang dan perspektif yang berbeda dan tidak dapat disatukan. Dengan kata lain, kita harus menyadari bahwa pengalaman kita tentang fenomena dunia sangat terbatas dan beraneka ragam. Mempertimbangkan berbagai perspektif, dengan demikian sangat berarti untuk menemukan pemahaman yang lebih utuh dan seimbang dalam banyak hal tentang realitas di dunia ini.
Menurut Dilthey, untuk memahami teks(jaringan kata-kata,jaringan makna) tertulis atau lisan, seorang penafsir sebaiknya menggunakan lingkaran hermeneutika. Lingkaran hermeneutika diperlukan karena isi keseluruhan dan isi bagian-bagian pada teks itu saling berkaitan. Kita tidak dapat memahami makna keseluruhan tanpa memahami bagian-bagiannya dan begitu pula, makna bagian-bagian cuma dapat dipahami dengan tepat bila kita memahami makna keseluruhan teks secara utuh.
Dilthey berkeinginan untuk menjadikan hermeneutika sebagai metode yang dapat menemukan kebenaran yang didasarkan atas asumsi adanya monosemi teks dan intensi pengarang. Adapun hermeneutika dalam pandangan Dilthey terfokus pada penulis/pengarang dengan berupaya untuk menemukan makna yang dimaksudkan sipenulis dalam karyanya, misalnya bermaksud menemukan penafsiran objektif dalam puisi dengan menjelaskan makna karya berdasarkan psikologi dan biografi pengarangnya.
Biografi singkat Hans-Georg Gadamer
Hans-Georg Gadamer lahir di Marbug pada tahun 1900. Ia belajar filsafat pada universitas dikota asalnya, antara lain pada Nikolai Hartmann dan Martin Heidegger dan pernah juga mengikuti kuliah pada Rudlof Bultmann, teolog protestan. Ditahun 1922, ia meraih gelar doktor filsafat pada tahun 1929 menjadi dosen privat di Marburg dann menjadi profesor tahun 1937. Sejak tahun 1939 ia pindah ke Leipzig dan kemudian ke Frankfurt am Main di tahun 1947. Terhitung dari tahun 1949 ia mengajar di Heidelberg sampai pensiun.
Secara umum pemikirannya dilatarbelakangi oleh fenomenologi. Banyak bukunya yang memberikan intepretasi tentang filosof-filosof dari masa lampau, seperti Plato, Herdee, Goethe dan Hegel. Karyanya yang terpenting adalah Wahrheitund Methode, Grundzuge einer philosophischen Heremeneutik (1960) (Kebenaran dan Metode Sebuah Heremeneutika Filosofis Menurut Garis Besarnya). Dengan buku tebal ini gadamer menjadi filosof terkemuka dibidang heremeneutika. Pada tahun 1965, diterbitkan cetakan kedua dengan suatu kata pendahuluan yang baru dimana Gadamer menjelaskan maksudnya dan menjawab keberatan-keberatan yang telah dikemukakan sebagian kritisi, ditambah lagi sebuah lampiran. Pada cetakan ketiga di tahun 1972 masih ditambah suatu kata penutup lagi.
Sesudah karya besar ini, gadamer menerbitkan buku plato Dialektische Ethik und Andere Studien zur Platonischen Philosophie (1968) (Etika dialektis dan studi-studi lain tentang filsafat plato). Kemudian lahir juga Hegels Dialektik. Funt hermeneutische studien (1971) (Dialektika Hegel. Lima studi heremeneutika). Berbagai artikel yang ditulis di majalah atau kesempatan lain dikumpulkan dalam empat buku yang berjudul kleine Schriften I, II, III, IV (1967, 1967, 1972, 1977). Dalam sebuah otobiografi, ia melukiskan filosof-filosof dan filsafat-filsafat yang telah mempengaruhi dimasa mudanya: Philosophische Lehrjahre. Eine Ruckshau (1977) (Tahun-tahun saya belajar filsafat: Sebuah retropeksi)
BAB II
ISI
Pemikiran Friedrich Schleirmacher
F. Schleirmacher sebagai perintis hermeneutika teoritis, menawarkan dua pendekatan: interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis. Untuk mengakses makna teks, seorang penafsir (hermeneut) membutuhkan dua kompetensi yakni kompetensi linguistik dan kemampuan dalam mengakses alam kemanusiaan (dimensi psikologis pengarang). Kompetensi linguistik sendirian tidaklah cukup, karena manusia tidak dapat mengenali wilayah bahasa non-definitif. Begitu pula kompetensi dalam mengakses alam kemanusiaan tidak memadai, sebab kompetensi ini tidak pernah sempurna.
Dengan demikian, dalam teks apapun, pasti ada dua sisi; satu sisi objektif yang menunjuk pada bahasa, yaitu yang ikut terlibat dan membuat proses pemahaman menjadi mungkin. Satu aspek lain yaitu aspek subjektif yang menunjuk pada ide pengarang dan mengejawantah dalam penggunaannya secara khusus terhadap bahasa. Dua aspek ini, menunjuk pada pengalaman pengarang yang segera direkonstruksi oleh pembaca sebagai bukti pemahamannya tentang pengarang dan pengalamannya.
Kedua aspek ini menurut Schleiermarcher dianggap tepat sebagai titik pangkal memahami teks. Karenanya seseorang harus berpegang pada dua aspek tersebut, yang hubungan keduanya disebut dialektis atau bersifat dialogis. Schleiermarcher jelas-jelas memahami dialektika dalam pengertian Platonik yakni sebagai seni berdialog. Semakin lengkap pemahaman seseorang atas sesuatu bahasa dan aspek psikologi pengarang akan semakin lengkap pula interpretasinya. Kompetensi keduanya akan membentuk keberhasilannya dalam bidang seni interpretasi.
Hermeneutika teoritis Schleiermarcher mencoba mencapai identifikasi secara utuh, sehingga menafsirkan teks merupakan tugas reproduktif: menghadirkan kembali seluruh perasaan, pikiran, dan kehendak pengarang seasli mungkin lewat empati dan rekonstruksi. Pembacaan reproduktif tersebut dalam hermeneutika disebut juga dengan rekonstruksi kreatif. Akhirnya melalui interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis ini, signifikansi tujuan yang ingin digapai hermeneutika teoritis.
Interpretasi gramatis diawali dengan menempatkan pernyataan berdasarkan aturan objektif dan umum, sedangkan interpretasi psikologis memfokuskan pada apa itu subjektif dan individual. Menurut Schleiermarcher, “karena setiap pembicaraan memiliki hubungan ganda, baik kepada keutuhan bahasa atau kepada pemikiran kolektif pembicaraan, demikian juga dalam semua pemahaman pembicaraan terdapat dua momen: memahaminya sebagai sesuatu yang tergambar dari bahasa dan sebagai sebuah fakta dari pembicara.
Interpretasi gramatis melihat karya dalam kaitannya dengan bahasa, baik dalam struktur kalimat maupun interaksi bagian-bagian karya, dan juga untuk karya lain dari tipe literatur yang sama; karena itulah kita dapat melihat prinsip-prinsip bagian dan keseluruhan karya bekerja dalam interpretasi gramatis.
Pendekatan gramatis dapat menggunakan metode komparatif dan berproses dari yang general kepada kekhususan teks; pendekatan psikologis menggunakan keduanya, komparatif, dan firasat. Metode firasat adalah bahwa ketika seorang mentransformasikan dirinya ke dalam diri orang lain untuk menangkap individualitasnya secara langsung. Karena momen intrepretasi ini, seseorang dapat keluar dari dirinya sendiri dan mentransformasikan dirinya ke dalam diri pengarang supaya ia dapat menangkap secara langsung proses mental pengarang. Meskipun demikian, hal yang objektif itu bukan pada akhirnya untuk “memahami” pengarang dari sudut pandang psikologis; selebihnya ia adalah untuk memperoleh akses yang sempurna dari apa yang dimaksud dalam teks.
Pemikiran Wilhelm Dilthey
Pemikiran Gadamer tentang Heremeneutika
Gadamer meyakini bahwa heremeneutika merupakan penyelidikan proses universal dari tindak pemahaman yang juga diklaim sebagai hakikat kapasitas manusia sebagai sebuah Ada. “Pemahaman” (atau “mengerti”) harus dipandang sebagai sikap yang paling fundamental dalam eksistensi manusia, atau lebih tepat lagi kalau dikatakan bahwa “mengerti” itu tidak lain daripada cara berada manusia sendiri. Dengan demikian, eksistensi manusia selalu dibangun oleh kualitas proses pemahaman itu sendiri. Sehingga sangatlah wajar bila gadamer tidak hanya memusatkan perhatiannya pada satu tugas (teori hermeneutis), melainkan juga melewati banyak tugas lain yang mungkin dan karenanya pemikiran ini melihat semua tema yang ada dalam filsafat dari satu segi tertentu, yaitu heremeneutika.
Filsafat gadamer melengkapi teori pemahaman ekstensial-ontologis dan pada waktu yang sama menyediakan pondasi bagi supercessionnya dengan menekankan linguistikalitas untuk memahaminya. Berikut beberapa kontribusi gadamer terhadap teori heremeneutika yang mengikuti perkembangan teori tersebut:
Historikalitas memahami`
Aspek ini berhubungan dengan gadamer ditinjau dari sudut lingkaran heremeneutik yang bertujuan membangkitkan kesadaran filosofis dari Geisteswissenchaften. Gadamer membangun diatas kedua eksposisi mengenai fore-structure pemahaman Heidegger dan penekanan bultmann terhadap pra-pemahaman, yang pertama direalisasikan dan yang kedua diperlebar menjadi konsep “prasangka” yang merupakan sebuah “cakrawala pemahaman”. Semua pemahamn bersifat “prasangka”, kata gadamer, dan menginvestasikan sejumlah besar pemikiran kedalam rehabilitas sebuah konsep yang memperoleh konotasi negatifnya dan pencerahan.
Pemahaman sebagai sebuah proses dialogis
Pengalaman heremeneutik tidak monologis seperti ilmu, atau dialektis seperti sejarah universal Hegel. Karena gadamer menjelaskannya dalam model diskursus manusia mana lebih disebut sebagai “dialogis” daripada “dialektis”.
Tugas utama interpretator adalah menemukan pertanyaan yang padanya sebuah tes menghadirkan jawaban: memahami sebuah teks berarti memahami pertanyaan. Pada waktu yang sama , sebuah teks hanya menjadi sebuah objek inteoretasi dengan menghadirkan intrepetator yang bertanya. Dalam logika tanya jawabseperti ini sebuah teks ditarik ke dalam sebuah peristiwa melalui aktualisasi dalam pemahaman yang ia sendiri mengimpretasikan sebuah kemungkinan histosik. Cakrawala makna pada akhirnya tak terbatas, dan keterbukaan pada teks dan intrepetator itu mengkonstitusikan sebuah elemen strktural dalam peleburan cakrawala.
Liguistikalitas pemahaman
Bagaimanapun juga, peleburan cakrawala tidak dapat digambarkan tanpa menggunakan media bahasa. Telah ditunjjukkan bahwa pemahaman harus dilihat sebagai sebuah itepretasi, dan intepretasi seperti ini merupakan bentuk eksplisit pemahamn. Pandangan seperti ini berkaitan dengan kenyataan bahwa bahasa yang digunakan dalam intepretasi menghadirkan sebuah momen struktural intepretasi-dimana bultman telah gagal total menangkapnya.
DAFTAR PUSTAKA
Atho’, Nafisul. 2003. Hermeneutika Transendental dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies. Yogyakarta: IRCISoD.
Bleicher, Josef. 2003. Heremeneutika Kontemporer. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
E. Palmer, Richard. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Grodin, Jean. 2012. Sejarah Hermeneutika dari Plato sampai Gadamer. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Yusuf Lubis, Akhyar. 2014. Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Zaprulkhan. 2016. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar